Menjaga UKM Hingga Lintas Generasi
https://sby-corporation.blogspot.com/2014/12/menjaga-ukm-hingga-lintas-generasi.html
Hampir seluruh UKM di Indonesia merupakan bisnis milik keluarga. Jika disebut-sebut ada sebuah perusahaan besar ternyata merupakan bisnis keluarga, tentu khalayak akan kagum, sebab tidak mudah mengurus bisnis keluarga dalam skala besar. Berbeda halnya jika ada pelaku UKM menyatakan diri sebagai usaha milik keluarga, turun-temurun, bukan hal yang menakjubkan karena skalanya kecil.
Pun demikian, tidak banyak UKM-UKM di Indonesia yang berhasil bertahan hingga lintas generasi. Bertahan untuk dua puluh tahun atau tiga puluh tahun saja belum tentu bisa, apalagi hingga lintas generasi. Mempertahankan UKM berarti mempertahankan mata pencaharian keluarga. Jika tidak berhasil menjaga eksistensi UKM milik keluaga, maka berat pula menjaga stabilitas perekonomian keluarga.
Sebagaimana yang dialami SBY Corp. dan SBY Life. Kedua UKM milik keluarga SBY ini merupakan pilar penyanggah ekonomi keluarga SBY. Eits, jangan salah, SBY di sini adalah Sumiarsih-Brilly-Yulianto, bukan bapak mantan presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, meskipun direktur SBY Corp. yaitu ibu Sumiarsih sering dipanggil dengan sebutan ibu SBY.
SBY Corp. dan SBY Life adalah usaha keluarga. Ketika mengalami kondisi ekonomi yang labil dalam artian penjualan menurun atau tidak menentu, terpaksa harus 'puasa', yaitu berhemat hingga penjualan produk-produk aneka krupuk dan bumbu praktis kembali normal. Bersamaan dengan itu, direktur dan manajer produksi SBY Corp. telah menurunkan jiwa bisnisnya kepada putra semata wayangnya yaitu Brilly.
Lantas apa penyebab ambruknya
banyak perusahaan keluarga?
Pertama, setelah generasi
senior mundur, perusahaan dipimpin oleh generasi kedua, yang sayangnya
kemampuan mereka acap kalah dibandingkan dengan generasi pertama. Hal ini bukan
semata-mata kesalahan generasi penerus, melainkan juga lantaran generasi senior
yang lalai menyiapkan rencana peralihan kepemimpinan.
Banyak alasan generasi senior
ogah memikirkan peralihan kekuasaan kepada generasi muda, semisal tidak mau
kehilangan kekuasaan, tidak yakin akan kemampuan genersi muda, takut
menimbulkan percekcokan, dan sebagainya.
Bagaimanapun, rencana peralihan
kekuasaan wajib dilakukan, bukan saja demi menjaga kelangsungan bisnis
melainkan juga demi mempertahankan keharmonisan hubungan keluarga.
Rencana suksesi juga menyangkut
nasib karyawan. Kegagalan perusahaan akibat absennya penerus yang kompeten akan
meningkatkan risiko hilangnya mata pencarian karyawan.
Kedua, adalah konflik
antar anggota keluarga. Kerap terjadi di antara anggota-anggota keluarga
generasi kedua dan/atau sesudahnya. Biasanya pecah setelah pendiri atau
generasi senior, yang karismatik dan berwibawa, tidak ada lagi. Padahal selama
ini generasi senior menjadi figur pemersatu keluarga.
Penyebab konflik umumnya
berakar dari ketidaksamaan visi dan pandangan dari para anggota keluarga.
Perselisihan yang berlarut-larut
menyebabkan kegiatan kegiatan perusahaan tidak berjalan optimal, runtuhnya
semangat karyawan, dan memburuknya citra perusahaan. Konflik kerap berujung
pada lepasnya kepemilikan keluarga terhadap perusahaan. Bisa juga anggota
keluarga menyerahkan kepemilikannya kepada anggota keluarga lainnya.
Guna mengantisipasi terjadinya
konflik, anggota keluarga dapat mengadakan pertemuan secara berkala untuk
membahas isu-isu yang timbul.
Di samping itu, pertemuan
ini juga dapat mengakrabkan hubungan keluarga. Tak kalah penting, hak dan
kewajiban masing-masing anggota keluarga juga harus dirumuskan secara tertulis
dan adil.
[Diadopsi dari tulisan Patricia Susanto, CEO of The Jakarta Consulting
Group]
Santun Membangun