Menjaga UKM Hingga Lintas Generasi


Hampir seluruh UKM di Indonesia merupakan bisnis milik keluarga. Jika disebut-sebut ada sebuah perusahaan besar ternyata merupakan bisnis keluarga, tentu khalayak akan kagum, sebab tidak mudah mengurus bisnis keluarga dalam skala besar. Berbeda halnya jika ada pelaku UKM menyatakan diri sebagai usaha milik keluarga, turun-temurun, bukan hal yang menakjubkan karena skalanya kecil.

Pun demikian, tidak banyak UKM-UKM di Indonesia yang berhasil bertahan hingga lintas generasi. Bertahan untuk dua puluh tahun atau tiga puluh tahun saja belum tentu bisa, apalagi hingga lintas generasi. Mempertahankan UKM berarti mempertahankan mata pencaharian keluarga. Jika tidak berhasil menjaga eksistensi UKM milik keluaga, maka berat pula menjaga stabilitas perekonomian keluarga.

Sebagaimana yang dialami SBY Corp. dan SBY Life. Kedua UKM milik keluarga SBY ini merupakan pilar penyanggah ekonomi keluarga SBY. Eits, jangan salah, SBY di sini adalah Sumiarsih-Brilly-Yulianto, bukan bapak mantan presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, meskipun direktur SBY Corp. yaitu ibu Sumiarsih sering dipanggil dengan sebutan ibu SBY.

SBY Corp. dan SBY Life adalah usaha keluarga. Ketika mengalami kondisi ekonomi yang labil dalam artian penjualan menurun atau tidak menentu, terpaksa harus 'puasa', yaitu berhemat hingga penjualan produk-produk aneka krupuk dan bumbu praktis kembali normal. Bersamaan dengan itu, direktur dan manajer produksi SBY Corp. telah menurunkan jiwa bisnisnya kepada putra semata wayangnya yaitu Brilly.



Lantas apa penyebab ambruknya banyak perusahaan keluarga? 

Pertama, setelah generasi senior mundur, perusahaan dipimpin oleh generasi kedua, yang sayangnya kemampuan mereka acap kalah dibandingkan dengan generasi pertama. Hal ini bukan semata-mata kesalahan generasi penerus, melainkan juga lantaran generasi senior yang lalai menyiapkan rencana peralihan kepemimpinan.

Banyak alasan generasi senior ogah memikirkan peralihan kekuasaan kepada generasi muda, semisal tidak mau kehilangan kekuasaan, tidak yakin akan kemampuan genersi muda, takut menimbulkan percekcokan, dan sebagainya.

Bagaimanapun, rencana peralihan kekuasaan wajib dilakukan, bukan saja demi menjaga kelangsungan bisnis melainkan juga demi mempertahankan keharmonisan hubungan keluarga.

Rencana suksesi juga menyangkut nasib karyawan. Kegagalan perusahaan akibat absennya penerus yang kompeten akan meningkatkan risiko hilangnya mata pencarian karyawan.

Kedua, adalah konflik antar anggota keluarga. Kerap terjadi di antara anggota-anggota keluarga generasi kedua dan/atau sesudahnya. Biasanya pecah setelah pendiri atau generasi senior, yang karismatik dan berwibawa, tidak ada lagi. Padahal selama ini generasi senior menjadi figur pemersatu keluarga.

Penyebab konflik umumnya berakar dari ketidaksamaan visi dan pandangan dari para anggota keluarga.

Perselisihan yang berlarut-larut menyebabkan kegiatan kegiatan perusahaan tidak berjalan optimal, runtuhnya semangat karyawan, dan memburuknya citra perusahaan. Konflik kerap berujung pada lepasnya kepemilikan keluarga terhadap perusahaan. Bisa juga anggota keluarga menyerahkan kepemilikannya kepada anggota keluarga lainnya.

Guna mengantisipasi terjadinya konflik, anggota keluarga dapat mengadakan pertemuan secara berkala untuk membahas isu-isu yang timbul.

Di samping itu,  pertemuan ini juga dapat mengakrabkan hubungan keluarga. Tak kalah penting, hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga juga harus dirumuskan secara  tertulis dan adil. 

[Diadopsi dari tulisan Patricia  Susanto, CEO of The Jakarta Consulting Group]

Related

Prinsip 8634221926433215873

Posting Komentar

Santun Membangun

emo-but-icon

Nasi Boranan Maskot Kerupuk SBY'LA

Nasi Boranan Maskot Kerupuk SBY'LA
UMKM SBY'LA Produsen Kerupuk Kedelai Legendaris Melaunching Maskot Baru Bertema Nasi Boranan Makanan Khas Kabupaten Lamongan

Raja Krupuk Kedelai

Krupuk Kedelai SBY

Krupuk Kedelai SBY
Krupuk Kedelai SBY

SBY Corporation

Cari Blog Ini

Hot in week

Arsip Blog

Total Tayangan Halaman

item